Akhlak
Berpakaian
A. Pengertian
Menurut bahasa,
dalam bahasa Arab pakaian disebut dengan kata “Libaasun-tsiyaabun” dan dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, pakaian diartikan sebagai “barang apa yang biasa
dipakai oleh seorang baik berupa jaket, celana, sarung, selendang, kerudung,
jubah, serban”
Menurut isltilah,
pakaian adalah “segala sesuatu yang dikenakan seseorang dalam berbagai ukuran
dan modenya berupa baju, celana, sarung, jubah, ataupun yang lain, sesuaikan
dengan kebutuhan pemakainya untuk suatu tujuan yang bersifat khusus ataupun
umum.
Tujuan berpakaian
:
Tujuan khusus,
yaitu : “pakaian yang lebih berorientasi kepada nilai keindahan, sesuai dengan
situasi dan kondisi pemakaian”
Tujuan umum,
yaitu : “pakaian yang lebih berorientasi kepada keperluan menutup atau
melindungi bagian tubuh yang perlu ditutup atau dilindungi, baik
menurut kepatutan agama ataupun adat”
Menurut kepatutan
agama lebih mengarah kepada keperluan menutup aurat, sesuai dengan ketentuan
syara’ dengan tujuan beribadah. Sedangkan menurut kepatutan adat adalah pakaian
yang sesuai dengan mode atau batasan ukuran berpakaian yang berlaku dalam suatu
wilayah hukum adat.
B. Bentuk
akhlak berpakaian
Dalam pandangan
Islam, pakaian terbagi menjadi dua bentuk :
Pakaian
untuk menutupi aurat tubuh yang dalam perkembangannya telah melahirkan
kebudayaan bersahaja. Hal ini sebagai realisasi dari perintah Allah, aurat
wanita seluruh tubuhnya kecuali wajah dan dua telapan tangan, sedangkan aurat
pria menutup aurat di bawah lutut dan di atas pusar. Batasan yang telah
ditetapkan Allah ini melahirkan kebudayaan yang sopan dan enak dipandang serta
menciptakan rasa aman dan tenang, sebab telah memenuhi kewajaran. Bepakaian
menutup aurat juga menjadi bagian integral dalam menjalankan ibadah, terutama
shalat, haji dan umrah. Oleh sebab itu setiap orang beriman berkewajiban untuk
berpakaian yang menutup aurat.
Pakaian
merupakan perhiasan yang menunjukkan identitas diri, sebagai konsekuensi
perkembangan peradaban manusia. Hal ini bertujuan untuk menjaga dan
mengaktualisasikan diri sesuai dengan tuntutan perkembangan mode dan zaman.
Dalam kaitan dengan pakaian sebagai perhiasan, maka setiap manusia memiliki
kebebasan untuk mengekspresikan keinginan mengembangkan berbagai mode pakaian,
sesuai dengan fungsi dan mementumnya.
Walaupun demikian
Allah memberikan batasan kebebasan itu dalam Firman-Nya :
يَا بَنِي آدَمَ قَدْ أَنزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاساً يُوَارِي سَوْءَاتِكُمْ وَرِيشاً وَلِبَاسُ التَّقْوَىَ ذَلِكَ خَيْرٌ ذَلِكَ مِنْ آيَاتِ اللّهِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُونَ.
Artinya : Wahai
anak cucu Adam! Sesungguhnya Kami telah menyediakan pakaian untuk menutupi
auratmu dan untuk perhiasanmu. Tetapi pakaian takwa, itu yang lebih baik.
Demikianlah sebagian tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka ingat.
(al-A'raf : 26)
Aurat secara
bahasa berarti “hal yang jelek untuk dilihat” atau “sesuatu yang memalukan bila
dilihat”
Menurut syara’
aurat adalah “bagian tubuh yang diharamkan Allah untuk diperlihatkan kepada
orang lain”
Dari uraian di
atas dapat dipahami bahwa garis panduan adab berpakaian (untuk lelaki dan
wanita) muslim dan muslimah haruslah mempunyai kriteria sebagai berikut :
Aurat lelaki menurut ahli hukum ialah dari
pusat hingga ke lutut. Aurat wanita ialah seluruh anggota badan, kecuali wajah,
telapak tangan dan telapak kaki. Rasulullah Saw. bersabda yang artinya : "Paha
itu adalah aurat." (HR.Bukhari)”
Tidak tembus
pandang dan tidak ketat. Pakaian yang tembus pandang dan ketat tidak memenuhi
syarat menutup aurat. Rasulullah Saw. bersabda yang artinya : "Dua
golongan ahli neraka yang belum pernah aku lihat ialah, satu golongan memegang
cemeti seperti ekor lembu yang digunakan untuk memukul manusia dan satu
golongan lagi wanita yang memakai pakaian tetapi telanjang dan meliuk-liukkan
badan juga kepalanya seperti bonggol unta yang tunduk. Mereka tidak masuk
syurga dan tidak dapat mencium baunya walaupun bau syurga itu dapat dicium dari
jarak yang jauh." (HR.Muslim).
Tidak menimbulkan
sifat riya. Rasulullah Saw. bersabda yang artinya : "Barang siapa yang
mengenakan pakaiannya kerana perasaan sombong, Allah Swt. tidak akan
memandangnya pada hari kiamat." Dalam hadis lain, Rasulullah Saw. bersabda
yang artinya : "Barang siapa yang memakai pakaian yang
berlebih-lebihan, maka Allah akan memberikan pakaian kehinaan pada hari akhirat
nanti." (HR.Ahmad, Abu Daud, an-Nasa'iy dan Ibnu Majah)
Wanita tidak menyerupai
laki-laki dan laki-laki tidak menyerupai wanita. Maksudnya pakaian yang khusus
untuk lelaki tidak boleh dipakai oleh wanita, begitu juga sebaliknya.
Rasulullah Saw. mengingatkan hal ini dengan tegas dalam sabdanya : "Allah
mengutuk wanita yang meniru pakaian dan sikap lelaki, dan lelaki yang meniru
pakaian dan sikap perempuan." (HR. Bukhari dan Muslim). Dalam hadits
lain Baginda Nabi Saw. juga bersabda : "Allah melaknat lelaki
berpakaian wanita dan wanita berpakaian lelaki." (HR. Abu Daud dan
Al-Hakim).
Menutup tubuh
bagian atas dengan tudung kepala. Contohnya seperti tudung yang seharusnya
dipakai sesuai kehendak syarak yaitu untuk menutupi kepala dan rambut, tengkuk
atau leher dan juga dada. Allah berfirman :
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لِّأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاء الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَن يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُوراً رَّحِيماً
Artinya :
Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan
istri-istri orang Mukmin, “Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh
tubuh mereka.” Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali,
sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.
(al-Ahzab:59). Jilbab ialah sejenis baju kurung yang lapang yang dapat menutup
kepala, wajah dan dada.
Memilih warna
sesuai. Contohnya warna-warna lembut termasuk putih karena warna-warna seperti
itu kelihatan bersih dan sangat disenangi serta sering menjadi pilihan
Rasulullah Saw. Beliau bersabda : "Pakailah pakaian putih kerana ia
lebih baik, dan kafankan mayat kamu dengannya (kain putih)."
(an-Nasa'ie dan al-Hakim).
Laki-laki
dilarang memakai emas dan sutera. Ini termasuk salah satu etika berpakaian di
dalam Islam. Bentuk perhiasan seperti ini umumnya dikaitkan dengan wanita,
namun hari ini banyak di antara laki-laki cenderung untuk berhias seperti
wanita sehingga ada yang memakai anting, cincin dan gelang emas. Semua ini
sangat bertentangan dengan hukum Islam. Rasulullah s.a.w. bersabda : "Haram
kaum lelaki memakai sutera dan emas, dan dihalalkan (memakainya) kepada
wanita”. Dalam hadits lain Rasulullah SAW bersabda : "Janganlah
kamu memakai sutera, sesungguhnya orang yang memakainya di dunia tidak dapat
memakainya di akhirat." (HR.Muttafaq
Dahulukan sebelah
kanan. Imam Muslim meriwayatkan dari Saidatina Aisyah : "Rasulullah
suka sebelah kanan dalam segala keadaan, seperti memakai baju, berjalan kaki
dan bersuci". Apabila memakai baju atau seumpamanya, dahulukan sebelah
kanan dan apabila menanggalkannya, dahulukan sebelah kiri. Rasulullah SAW
bersabda : "Apabila seseorang memakai baju, dahulukanlah sebelah kanan
dan apabila menanggalkannya, dahulukanlah sebelah kiri supaya yang kanan
menjadi yang pertama memakai baju dan yang terakhir menanggalkannya."
(HR. Muslim).
Memakai pakaian
baru. Apabila memakai pakaian yang baru dibeli, ucapkanlah seperti yang
diriwayatkan oleh Abu Daud dan At-Tarmizi yang artinya : "Ya Allah,
segala puji bagi-Mu, Engkau yang memakainya kepadaku, aku memohon kebaikannya
dan kebaikan apa-apa yang dibuat baginya, aku mohon perlindungan kepada-Mu
daripada kejahatannya dan kejahatan apa-apa yang diperbuat untuknya. Demikian
itu telah datang daripada Rasulullah".
Berdo’a. Ketika
menanggalkan pakaian, lafaz-kanlah: "Pujian kepada Allah yang mengurniakan
pakaian ini untuk menutupi auratku dan dapat mengindahkan diri dalam
kehidupanku, dengan nama Allah yang tiada Tuhan melainkan Dia."
AKHLAK
BERHIAS
A Pengertian
Nabi menganjurkan agar wanita berhias. Al Qur’an memang tidak
merinci jenis-jenis perhiasan salah satu yang
diperselisihkan para ulama adalah
emas dan sutera
sebagai pakaian atau perhiasan lelaki.
“
dan Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan
daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu
perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan
supaya kamu mencari (keuntungan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, berhias
diartikan sebagai usaha memperelok diri dengan pakaian ataupun lainnya yang
indah, berdandan dengan dandanan yang indah dan menarik.
Berhias tidak dilarang dalam ajaran
Islam, karena ia
adalah naluri manusiawi , Adapun
yang dilarang adalah tabarruj al-jahiliyah , yakni mencakup segala
macam cara yang dapat menimbulkan rangsangan berahi kepada selain
suami istri.
Kata tabarruj
terambil dari kata al buruj yakni
bangunan benteng atau istana yang menjulang tinggi. Jadi wanita yang
bertabarruj adalah wanita yang menampakan tinggi-tinggi kecantikannya,
sebagaimana benteng, istana atau menara yang menjulang tinggi, dan tentu saja
menarik perhatian orang-orang yang
memandangnya.
Tabarruj ini
mempunyai bentuk dan corak yang bermacam-macam dan sudah dikenal oleh
orang-orang yang banyak sejak zaman dahulu
sampai sekarang, artinya tidak terbatas hanya sekedar berhias,
berdandan, bermake up, memakai parfum dan sebagainya yang biasa dilakukan oleh
wanita, bahkan lebih dari itu yaitu segala sesuatu yang mencerminkan keindahan dan kecantikan
sehingga penampilan dan gaya seorang
wanita menjadi memikat dan menarik dimata lawan jenisnya.
Al Qur’an
mempersilakan perempuan berjalan di
hadapan lelaki, tetapi diingatkannya
agar cara berjalannya
jangan sampai mengundang
perhatian. Dalam bahasa Al Qur’an disebutkan: “…dan janganlah mereka
memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan” (QS.
An Nur : 31). Al Qur’an tidak melarang
seseorang berbicara atau
bertemu dengan lawan jenisnya,
tetapi jangan sampai sikap dan isi pembicaraan mengundang
rangsangan dan godaan, demikian maksud firman Allah dalam
QS. Al Ahzab : 32,
B. Macam-macam
Berhias
Berhias merupakan
kebutuhan manusia untuk menjaga dan mengaktualisasikan dirinya menurut tunutan
perkembangan zaman. Nilai keindahan dan kekhasan dalam berhias menjadi tuntutan
yang terus dikembangkan seiring dengan perkembangan zaman. Dalam kaitannya
dengan kegiatan berhias atau berhias atau berdandan, maka setiap manusia
memiliki kebebasan untuk mengekspresikan keinginan mengembangkan berbagai mode
menurut fungsi dan momentumnya, sehingga berhias dapat menyatakan identitas
diri seseorang.
Dalam Islam
diperintahkan untuk berhias yang baik, bagus, dan indah sesuai dengan kemampuan
masing-masing. Terutama apabila kita akan melakukan ibadah shalat maka
seyogyanya perhiasan yang kita pakai itu haruslah baik, bersih dan indah (bukan
berarti mewah), karena mewah itu sudah memasuki wilayah berlebihan. Hal ini sesuai
firman Allah dalam QS. Al A’raf : 31,”Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang
indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah
berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berlebih-lebihan.”
Tetapi pada ayat
lain, berhias harus memenuhi tuntunan agama, yakni tidak mengikuti kemauan
nafsu, QS. Al Ahzab : 33“ dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah
kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan
dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya.
Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, Hai ahlul
bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.”
a.Jilbab
adalah Salah satu jenis pakaian yang dapat
menutup salah satu aurat wanita yaitu Jilbab. Jilbab beragam jenisnya, tetapi
walaupun banyak ragamnya dan menjadi hiasan diri pemakaianya disamping dapat
menutup aurat, dari atas kepala manusia sampai dengan dada manusia.
Telah menjadi
suatu ijma’ bagi kaum Muslimin di semua Negara dan di
setiap masa pada
semua golongan fuqaha, ulama, ahli-ahli hadis dan ahli
tasawuf, bahwa rambut wanita
itu termasuk perhiasan yang wajib ditutup, tidak boleh dibuka di hadapan
orang yang bukan muhrimnya. Adapun dasarnya adalah Q.S. An Nur: 31. Maka, berdasarkan
ayat di atas, Allah swt. telah
melarang bagi wanita Mukminat
untuk memperlihatkan perhiasannya. Kecuali yang
lahir (biasa tampak). Di antara para ulama, baik dahulu
maupun sekarang, tidak ada yang mengatakan bahwa rambut wanita
itu termasuk hal-hal
yang lahir; bahkan ulama-ulama yang berpandangan
luas, hal itu
digolongkan perhiasan yang tidak tampak.
Allah telah
memerintahkan bagi kaum wanita Mukmin, dalam ayat
di atas, untuk
menutup tempat-tempat yang biasanya terbuka
di bagian dada. Arti Al Khimar
itu ialah kain untuk
menutup kepala.
Al Qurthubi berkata,
“Sebab turunnya ayat tersebut ialah bahwa pada masa itu kaum
wanita jika menutup kepala dengan akhmirah (kerudung), maka kerudung itu ditarik ke
belakang, sehingga dada, leher dan telinganya
tidak tertutup. Maka, Allah memerintahkan untuk menutup
bagian mukanya, yaitu dada.
Dalam riwayat
Bukhari, bahwa Aisyah r.a. telah berkata, “Mudah-mudahan wanita yang
berhijrah itu dirahmati Allah.” Ketika Aisyah r.a. didatangi oleh Hafsah,
kemenakannya, anak dari saudaranya yang bernama Abdurrahman r.a. dengan memakai
kerudung (khamirah) yang tipis dibagian
lehernya, Aisyah r.a. lalu
berkata, “Ini amat tipis, tidak dapat menutupinya.”
b. Perhiasan
Nabi menganjurkan
agar wanita berhias. Al Qur’an
memang tidak merinci
jenis-jenis perhiasan salah
satu yang diperselisihkan para ulama
adalah emas dan
sutera sebagai pakaian
atau perhiasan lelaki.
dan Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan
(untukmu), agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan
kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat
bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari
karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur.” (QS. An Nahl : 14)
“ dan Dia-lah,
Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan daripadanya
daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang
kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari
(keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur.” (QS. An Nahl : 14)
Dalam Al Qur’an,
persoalan ini tidak disinggung, tetapi
sekian banyak hadis Nabi menegaskan bahwa keduanya haram dipakai oleh
kaum lelaki. Ali bin Abi Thalib berkata, “Saya melihat Rasullullah mengambil
sutera lalu beliau meletakkan di sebelah kanannya, dan emas diletakkannya di
sebelah kirinya, kemunduran beliau bersabda, ‘Kedua hal ini haram bagi lelaki
umatku” (HR Abu Dawud dan Nasa’i).
Pendapat ulama
berbeda-beda tentang sebab-sebab diharamkannya kedua hal tersebut bagi kaum lelaki. Antara lain bahwa
keduanya menjadi simbol
kemewahan dan perhiasan yang berlebihan, sehingga menimbulkan ketidakwajaran kecuali bagi kaum
wanita. Selain itu ia dapat mengundang sikap angkuh, atau karena menyerupai
pakaian kaum musyrik.
C.Kosmetik
1) Wajah
Dalam kitab
Al-Mu’jam Al Wasith disebutkan humrah sebagai salah satu perhiasan wajah
perempuan, “humrah adalah campuran wewangian yang digunakan perempuan untuk
mengolesi wajahnya, agar indah warnanya.” Selain itu seorang pengantin
perempuan pada zaman Rasulullah SAW. biasa berhias dengan shufrah yaitu
wewangian berwarana kuning. Diperbolehkan pula menggunakan celak. Hal ini
sesuai dengan hadist yang diterangkan oleh Ummu Athiyah: “Kami dilarang
berkabung untuk mayat lebih dari tiga hari, kecuali atas suami selama empat
bulan sepuluh hari. Kami tidak boleh bercelak, memakai wewangian, dan memakai
pakaian yang bercelup” (HR. Bukhari dan Muslim. Hadist tersebut menerangkan
dibolehkannya memakai celak, wewangian dan pakaian bercelup (wewangian) dalam
kondisi normal, sedangkan pada masa berkabung (ihdad) tidak dibolehkan.
2)
Telapak Tangan
Salah satu
perhiasan tangan perempuan adalah pewarna pada kuku (khidhab). Kebolehan hal
ini dijelaskan dalam hadist Rasulullah SAW dalam peristiwa dengan seorang
perempuan yang menyodorkan kitab tetapi beliau tidak mengambilnya dan
mengatakan, “Aku tidak tahu, apakah itu tangan perempuan atau laki-laki?”
kemudian perempuan itu menjawab: “Tangan perempuan” sabda Nabi: “Jika
engkau seorang perempuan, tentu engkau akan mengubah warna kukumu dengan inai”
(HR. An-Nasa’i). Perempuan diperkenankan pula memakai perhiasan tangan, seperti
cincin dan gelang.
3)
Parfum
Disunnatkan
menggunakan farfum bagi laki-laki dan perempuan. Penggunaan ini dikecualikan
dalam keadaan berihram untuk haji ataupun umrah, atau jika perempuan itu sedang
berihdad (berkabung) atas kematian suaminya, atau jika ia berada di suatu
tempat yang ada laki-laki asing (bukan mahramnya), karena larangannya shahih.
D.Tatto
Wasym (tato)
ialah memberi tanda pada muka dan tangan dengan warna biru dan lukisan.
Sebagian orang Arab_khususnya kaum wanita_berlebih-lebihan dalam hal ini dengan
menato sebagian besar tubuhnya. Sedang pengikut agama lain banyak yang melukisi
badannya dengan sesembahan mereka dan simol-simbol agama mereka
Adapun
hal-hal yang dianggap
oleh manusia baik,
tetapi membawa kerusakan dan
perubahan pada tubuhnya, dari
yang telah diciptakan oleh Allah swt, dimana perubahan itu tidak layak
bagi fitrah manusia,
tentu hal itu pengaruh dari perbuatan setan yang hendak
memperdayakan. Oleh karena itu,
perbuatan tersebut dilarang. Sebagaimana sabda Nabi “Allah melaknati pembuatan
tatto, yaitu menusukkan jarum ke kulit dengan warna yang berupa tulisan, gambar
bunga, simbol-simbol dan sebagainya
mempertajam gigi, memendekkan atau menyambung rambut dengan rambut orang
lain, (yang bersifat palsu, menipu dan sebagainya).” (Hadis shahih).
Rasulullah
bersabda: “Allah melaknat (mengutuk) wanita pemasang tato dan yang minta
ditatoi, wanita yang menipiskan bulu alisnya dan yang meminta ditipiskan dan
wanita yang meruncingkan giginya supaya kelihatan cantik, (mereka) mengubah
ciptaan Allah”.
E.Menyambung
Rambut
Berhias dengan
menyambung rambutdinamakan Nabi sebagai
suatu bentuk kepalsuan, supaya tampak anggun dan lain senagainya. Karena
itu terlarang bagi kaum wanita, dan dianggap sebagai tipu muslihat.
Sebagaimana
riwayat Said bin Musayyab, salah seorang sahabat Nabi, ketika Muawiyah berada
di Madinah setelah beliau berpidato,
tiba-tiba mengeluarkan segenggam rambut
dan mengatakan, “Inilah rambut
yang dinamakan Nabi saw. Azzur yang artinya atwashilah
(penyambung), yang dipakai
oleh wanita untuk menyambung
rambutnya, hal itulah yang dilarang oleh Rasulullah saw. dan tentu
hal itu adalah
perbuatan orang-orang Yahudi. Bagaimana dengan Anda, wahai para ulama,
apakah kalian tidak melarang hal itu?
Padahal aku telah mendengar sabda
Nabi, “Sesungguhnya terbinasanya orang-orang Israel itu karena
para wanitanya memakai itu
(rambut palsu) terus-menerus.” (HR. Bukhari).
Dan di dalam
riwayat Imam Al-Bukhari disebutkan: “Allah melaknat wanita yang menyambung
rambutnya”. (Muttafaq’Alaih).
AKHLAK
PERJALANAN
a.Pengertian
Perjalanan dalam bahasa Arab disebut dengan kata rihlah-safrah-masirah. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, perjalanan diartikan perihal (cara, gerakan) berjalan
atau bepergian dari suatu tempat menuju tempat yang lain untuk suatu tujuan.
Secara Istilah, perjalanan sebagai aktivitas seseorang untuk keluar ataupun
meninggalkan rumah dengan berjalan kaki ataupun menggunakan berbagai sarana
transportasi .
Islam sebagai salah satu-satunya agama yang mengatur kegiatan manusia dalam
melakukan perjalanan, mulai dari masa persiapan perjalanan, ketia masih berada
di rumah, selanjutnya pada saat dalam perjalanan, dan ketika sudah kembali
pulang dari suatu perjalanan.
2. Bentuk
akhlak perjalanan
Islam mengajarkan agar setiap perjalanan yang dilakukan bertujuan untuk
mencari rida ALLAH. Rasulullah saw. bersabda: “ Tidak seorang keluar
meninggalkan rumahnya, kecuali di pintu rumahnya ada panji. Sebuah di tangan malaikat
dan sebuahnya lagi di tangan setan. Kalau tujuannya kepada apa yang diridhai
(disenangi) ALLAH Azza wa Jalla, maka dia diikuti malaikat dengan panjinya
sampai dia pulang ke rumah. Apabila tujuannya yang dimurkai ALLAH, maka setan
dengan panjinya mengikutinya sampai dia pulang ke rumahnya. (H.R. Ahmad).
Diantara jenis perjalanan (safar) yang dianjurkan dalam Islam, yakni pergi
haji, umrah, menyambung silahturahmi, menuntut ilmu, berdakhwa, berperang di
jalan ALLAH, mencari karunia ALLAH. Perjalanan safar berfungsi untuk
menyehatkan kondisi jasmani dan rohani dari kelelahan dan kepenantan dalam
menjalankan aktivitas.
Sebagai pedoman, Islam mengajarkan adab dalam melakukan perjalanan, yaitu
sebagai berikut:
1. Bermusyawarah
dan salat istikharah.
2. Mengembalikan
hakdan amanat kepada pemiliknya.
3. Membawa
enam benda yang disunahkan Rasulullah saw. (gunting, siwak, tempat celak,
tempat air minum,, cebok dan
wudu).
4. Mengajak
Istri ataupun anggota keluarganya.
5. Wanita
tidak boleh pergi seorang diri.
6. Memilih
kawan pendamping yang saleh.
7. Mengangkat
pemimpin rombongan.
8. Berpamitan
pada keluarga dan Handai Tolan serta mohon doa restu.
9. Memilih
hari Kamis dan salat dua rakaat sebelum berangkat.
10. Menolong
kawan sepanjang jalan.
11. Tidak
lama meninggalkan Istri.
12. Takbir
tiga kali dan berdoa.
13. Jangan
pulang mendadak.
14. Salat
dua rakaat.
3. Nilai
positif akhlak perjalanan
Imam Gazali berpendapat bahwa “bersafarlah, sesungguhnya dalam
safar memiliki beragam keuntungan”. Keuntungan melakukan
perjalanan, diantaranya, sebagai berikut.
1. Perjalanan
dapat menghibur diri dari kesedihan.
2. Perjalanan
menjadi sarana bagi seorang untuk mencari hasil usaha (mata pencarian).
3. Perjalanan
dapat mengantarkan seorang untuk memperoleh tambahan ilmu.
4. Dengan
melakukan perjalanan, maka seseorang dapat lebih banyak mengenal adab dan
kesopanan.
5. Perjalanan
akan dapat menambah kawan yang baik dan mulia.
4. Membiasakan
akhlak perjalanan
Perjalanan dapat memberikan manfaat yang besar, terutama menambah wawasan,
pengalaman, bahkan kebanggaan terhadapt segala yang di peroleh selama melakukan
perjalanana. Segala keperluan ataupun bekal selama perjalanan harus disiapkan
secara lengkap dan matang. Segala kemungkinan dan resiko yang terjadi selama
dalam perjalanan harus di waspadai dan di antisipasi.
Perjalananyang dosertai dengan agenda yang jelas. Dan telah usai melakukan
perjalanan, bersyukur dan renungkanlah segala hal yang ditemukan selama dalam
perjalanan.
AKHLAK
BERTAMU
1. Pengertian
Bertamu dalah
berkunjung ke rumah orang lain dalam rangka mempererat silahturrahim. Maksud
orang lain disini bisa tetangga, saudara (sanak famili), teman sekantor, teman seprofesi,
dan sebagainya. Bertamu tentu ada maksud dan tujuannya, antara lain menjenguk
yang sedang sakit, ngobrol-ngobrol biasa, membicarakan bisnis, membicarakan
masalah keluarga, dan sebagainya.
Tujuan utama
bertamu menurut islam adalah menyambung persaudaraan atau silaturrahim.
Silaturrahim tidak hanya bagi saudara sedarah (senasab) tapi juga saudara
seiman. Allah Swt memerintahkan agar kita menyambung hubungan baik dengan orang
tua, saudara, kaum kerabat, dan orang-orang mu`min yang lain.
Mempererat tali
sillaturahim baik dengan tetangga, sanak keluarga, maupun teman sejawat
merupakan perintah agama islam agar senantiasa membina kasih sayang, hidup
rukun, tolong menolong, dan saling membantu antara yang kaya dengan yang
miskin.
Silahturahim
tidak saja menghubungkan tali persaudaraan, tetapi juga akan banyak menambah
wawasan ataupun pengalaman karena bisa saja pada saat berinteraksi terjadi
pembicaraan-pembicaraan yang berkaitan dengan masalah-masalah perdagangan baru
tentang bagaimana caranya mendapatkan rezeki, dan sebagainya.
Apabila manusia
memutuskan apa-apa yang diperintahkan oleh Allah untuk dihubungkan, maka ikatan
sosial masyarakat akan berantakan, kerusakan menyebar di setiap tempat,
permusuhan terjadi dimana-mana, sifat egoisme muncul kepermukaan. Sehingga
setiap individu masyarakat menjalani hidup tanpa petunjuk, seorang tetangga
tidak mengetahui hak tetangganya, seorang faqir merasakan penderitaan dan
kelaparan sendirian karena tidak ada yang peduli.
“ Hai sekalian
manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang
diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya
Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan
bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling
meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya
Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (QS. An Nisa’ : 1)
2. Etika Bertamu
Meminta izin
masuk maksimal sebanyak tiga kali
Dalam hal ini
(memberi salam dan minta izin), sesuai dengan poin pertama, maka batasannya
adalah tiga kali. Maksudnya adalah, jika kita telah memberi salam tiga kali
namun tidak ada jawaban atau tidak diizinkan, maka itu berarti kita harus
menunda kunjungan kita kali itu. Adapun ketika salam kita telah dijawab, bukan
berarti kita dapat membuka pintu kemudian masuk begitu saja atau jika pintu
telah terbuka, bukan berarti kita dapat langsung masuk. Mintalah izin untuk
masuk dan tunggulah izin dari sang pemilik rumah untuk memasuki rumahnya. Hal ini
disebabkan, sangat dimungkinkan jika seseorang langsung masuk, maka ‘aib atau
hal yang tidak diinginkan untuk dilihat belum sempat ditutupi oleh sang pemilik
rumah.
“jika kamu tidak
menemui seorangpun didalamnya, Maka janganlah kamu masuk sebelum kamu mendapat
izin. dan jika dikatakan kepadamu: “Kembali (saja)lah, Maka hendaklah kamu
kembali. itu bersih bagimu dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
(QS An Nur : 28).
Hadis Riwayat Abu
Musa Al-Asy’ary ra, dia berkata: “Rasulullah bersabda, ‘Minta izin masuk
rumah itu tiga kali, jika diizinkan untuk kamu (masuklah) dan jika tidak maka
pulanglah!’” (HR. Bukhari dan Muslim)
Berpakaian yang
rapi dan pantas
Bertamu dengan
memakai pakaian yang pantas berarti menghormati tuan rumah dan dirinya sendiri.
Tamu yang berpakaian rapi dan pantas akan lebih dihormati oleh tuan rumah,
demikian pula sebaliknya. Firman Allah,
“Jika kamu
berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu
berbuat jahat maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri….” (QS. Al Isra : 7)
Memberi isyarat
dan salam ketika datang
Firman Allah
“Hai orang-orang
yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta
izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu,
agar kamu (selalu) ingat.”
(QS An Nur : 27)
Sabda Nabi,
اِنَّ رَجُلاً اِسْتَأْذَنَ عَلى النَّبِيِّ ص م وَ هُوَ فِى بَيْتٍ فَقَالَ : “اَلِجُ” فَقَالَ النَّبِيُّ ص م لِجَادِمِهِ : اُخْرُجْ اِلَى هَذَا فَعَلِّمْهُ الاِسْتِأْذَانَ فَقَلَ لَهُ : قُلْ “السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ اَ اَدْخُلْ” فَسَمِعَهُ الرِّجَلْ فَقُلْ “السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ اَ اَدْخُلْ” فَاَذِنَ النَّبِيُّ ص م قَدْ دَخَلَ (رواه ابو داود)
“Bahwasanya seorang laki-laki meminta izin
ke rumah Nabi Muhammad SAW sedangkan beliau ada di dalam rumah. Katanya:
Bolehkah aku masuk? Nabi SAW bersabda kepada pembantunya: temuilah orang itu
dan ajarkan kepadanya minta izin dan katakan kepadanya agar ia mengucapkan
“Assalmu alikum, bolehkah aku masuk” lelaki itu mendengar apa yang diajarkan
nabi, lalu ia berkata “Assalmu alikum, bolehkah aku masuk?” nabi SAW memberi
izin kepadanya maka masuklah ia. (HR Abu Daud)
Sebagaimana juga
terdapat dalam hadits dari Kildah ibn al-Hambal radhiallahu’anhu, ia berkata,
“Aku
mendatangi Rasulullah lalu aku masuk ke rumahnya tanpa mengucap salam. Maka
Rasulullah bersabda, ‘Keluar dan ulangi lagi dengan mengucapkan
‘assalamu’alaikum’, boleh aku masuk?’” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi berkata:
Hadits Hasan)
Jangan mengintip
ke dalam rumah
Mengintip ke
dalam rumah sering terjadi ketika seseorang penasaran apakah ada orang di dalam
rumah atau tidak. Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat
mencela perbuatan ini dan memberi ancaman kepada para pengintip, sebagaimana
dalam sabdanya,
“Dari Sahal bin Saad ia berkata: Ada seorang
lelaki mengintip dari sebuh lubang pintu rumah Rasulullah SAW dan pada waktu
itu beliau sedang menyisir rambutnya. Maka Rasulullah SAW bersabda: “Jika
aku tahu engkau mengintip, niscaya aku colok matamu. Sesungguhnya Allah
memerintahkanuntuk meminta izin itu adalah karena untuk menjaga pandangan
mata.” (HR Bukhari)
Memperkenalkan
diri sebelum masuk
Apabila tuan
rumah belum tahu/belum kenal, hendaknya tamu memperkenalkan diri secara jelas,
terutama jika bertamu pada malam hari. Diriwayatkan dalam sebuah hadits, “dari
Jabir ra Ia berkata: Aku pernah datang kepada Rasulullah SAW lalu aku mengetuk
pintu rumah beliau. Nabi SAW bertanya: “Siapakah itu?” Aku menjawab: “Saya”
Beliau bersabda: “Saya, saya…!” seakan-akan beliau marah” (HR Bukhari)
Tamu lelaki
dilarang masuk kedalam rumah apabila tuan rumah hanya seorang wanita
Dalam hal ini,
perempuan yang berada di rumah sendirian hendaknya juga tidak memberi izin
masuk tamunya. Mempersilahkan tamu lelaki ke dalam rumah sedangkan ia hanya
seorang diri sama halnya mengundang bahaya bagi dirinya sendiri. Oleh sebab
itu, tamu cukup ditemui diluar saja.
Masuk dan duduk
dengan sopan
Setelah tuan
rumah mempersilahkan untuk masuk, hendajnya tamu masuk dan duduk dengan sopan
di tempat duduk yang telah disediakan. Tamu hendaknya membatasi diri, tidak
memandang kemana-mana secara bebas. Pandangan yang tidak dibatasi (terutama
bagi tamu asing) dapat menimbulkan kecurigaan bagi tuan rumah. Tamu dapat
dinilai sebagai orang yang tidak sopan, bahkan dapat pula dikira sebagai orang
jahat yang mencari-cari kesempatan. Apabila tamu tertarik kepada sesuatu
(hiasan dinding misalnya), lebih ia berterus terang kepada tuan rumah bahwa ia
tertarik dan ingin memperhatikannya.
Menerima jamuan
tuan rumah dengan senang hati
Apabila tuan
rumah memberikan jamuan, hendaknya tamu menerima jamuan tersebut dengan senang
hati, tidak menampakkan sikap tidak senang terhadap jamuan itu. Jika sekiranya
tidak suka dengan jamuan tersebut, sebaiknya berterus terang bahwa dirinya
tidak terbiasa menikmati makanan atau minuman seperti itu. Jika tuan rumah
telah mempersilahkan untuk menikmati, tamu sebaiknya segera menikmatinya, tidak
usah menunggu sampai berkali-kali tuan rumah mempersilahkan dirinya. Mulailah
makan dengan membaca basmalah dan diakhiri dengan membaca hamdalah
Rasulullah
bersabda, “Jika seseorang diantara kamu hendak makan maka sebutlah nama Allah,
jika lupa menyebut nama Allah pada awalnya, hendaklah membaca: Bismillahi
awwaluhu waakhiruhu.” ( HR Abu Daud dan Turmudzi)
Makanlah dengan
tangan kanan, ambilah yang terdekat dan jangan memilih
Islam telah
memberi tuntunan bahwa makan dan minum hendaknya dilakukan dengan tangan kanan,
tidak sopan dengan tangan kiri (kecuali tangan kanan berhalangan). Cara seperti
ini tidak hanya dilakukan saat bertamu saja. Mkelainkan dalam berbagai suasana,
baik di rumah sendiri maupun di rumah orang lain
Bersihkan piring,
jangan biarkan sisa makanan berceceran
Sementara ada
orang yang merasa malu apabila piring yang habis digunakan untuk makan tampak
bersih, tidak ada makann yang tersisa padanya. Mereka khawatir dinilai terlalu
lahap. Islam memberi tuntunan yang lebih bagus, tidak sekedar mengikuti
perasaan manusia yang terkadang keliru. Tamu yang menggunakan piring untuk
menikmati hidangan tuan rumah, hendaknya piring tersebut bersih dari sisa
makanan. Tidak perlu menyisakan makanan pada pring yang bekas dipakainya yang
terkadang menimbulkan rasa jijik bagi yang melihatnya.
Segeralah pulang
setelah selesai urusan
Kesempatan
bertamu dapat digunakan untuk membicarakan berbagai permasalahan hidup. Namun
demikian, pembicaraan harus dibatasi tentang permasalahan yang penting saja,
sesuai tujuan berkunjung. Hendaknya dihindari pembicraan yang tidak ada ujung
pangkalnya, terlebih membicarakan orang lain. Tamu yang bijaksana tidak suka
memperpanjang waktu kunjungannya, ia tanggap terhadap sikap tuan rumah. Apabila
tuan rumah tekah memperhatikan jam, hendaknya tamu segera pamit karena mungkin
sekali tuan rumah akan segera pergi atau mengurus masalah lain. Apabila tuan
ruamh menghendaki tamunya untuk tetap tinggal dahulu, hendaknya tamu
pandai-pandai membaca situasi, apakah permintaan itu sungguh-sungguh atau hanya
sekadar pemanis suasana. Apabila permintaan itu sungguh-sungguh maka tiada
salah jika tamu memperpanjang masa kunjungannya sesuai batas kewajaran.
Lama Waktu
Bertamu Maksimal Tiga Hari Tiga Malam
Terhadap tamu
yang jauh tempat tinggalnya, Islam memberi kelonggaran bertamu selama tiga hari
tiga malam. Waktu twersebut dikatakan sebagai hak bertamu. Setelah waktu itu
berlalu maka habislah hak untuk bertamu, kecuali jika tuan rumah
menghendakinya. Dengan pembatasan waktu tiga hari tiga malam itu, beban tuan
rumah tidak telampau berat dalam menjamu tamunya.
3. Membiasakan Akhlak Bertamu
Bertamu merupakan
tradisi masyarakat yang selalu dilestarikan. Dengan bertamu seorang bias
menjalin persaudaraan bahkan dapat menjalin kerja ama untuk meringankan
berbagai maalah yang dihadapi dalam kehidupan.adakalanya seorang bertamu karena
adanya urusan yang serius, mialnya untuk mencari solusi terhadap problema
masyarakat actual, sekedar bertandang, karena lama tidak ketemu (berjumpa)
ataupun sekedar untuk mampir sejenak. Dengan bertangang ke rumah kerabat atau
sahabat, maka kerinduan terhadap kerabat ataupun ahabat dapat tersalurkan,
sehingga jalinan persahabatan menjadi kokoh.
Tujuan bertamu
sudah barang udah barang tentu untuk menjalin persaudaraan ataupun perahabatan.
Sedangkan bertamu kepadea orang yang belum dikenal, memiliki tujuan untuk
saling memperkenalkan diri ataupun bermaksud lain yang belu diketahui kedua
belah pihak.
Bertamu merupakan
kebiaaan poitif dalam kehidupan bermasyarakat dari zaman tradisional sampai
zaman modern. Dengan melestarikan kebiaaan kunjung mengunjungi, maka segala
persoalan mudah dilestarikan, segala urusan mudah diberskan dan segala maalah
mudah diatasi.
Al Qur’an
memberikan isyarat yang tegas, betapa pentingnya setiap orang yang bertemu
dapat nejaga diri agar tetap menghormati tuan rumah. Setiap tamu haru berusaha
menahan segala keinginan dan kehendaknya baiknya sekalipun, jika tuan rumah
tidak berkenan menerimanya. Demikin pula apabila kegiatan bertamu telah uai,
maka seorang yang bertamu telah usai, maka seorang yang bertamu harus
meninggalkan kesan yang beik dan menyenagkan bagi tuan rumah. Karena itu haram hukumnya
orang yang bertamu meninggalkan kekecewaan ataupun kesusahan bagi tuan rumah.
4. Hikmah
Bertamu secara
baik dapat menumbuhkan sikap toleran terhadap oaring lain dan menjauhkan sikap
pakaan, tekanan, dan intimidasi. Islam tidak mengenal tindakan kekerasan. Bukan
saja dalam usaha meyakinkan orang lain terhadap tujuan dan maksud beik
kedatangan, tetapi juga dalam tindak laku dan pergaulan dengan sesame manuia
harus terhindar cara-cara pakaan dan kekerasan.
Dengan bertamu
seorang akan mempertemukan persamaan ataupun kesesuaian sehingga akan terjalin
persahabatan dan kerjasama dalam menjalin kehidupan.
Dengan bertamu,
seorang akan melakukan diskui yang baik, sikap yang sportif, dan elegan
terhadap seamanya.
Bertamu dianggap
sebagai sarana yang efektif untuk berdakwah dan menciptakan kehidupan
mesyarakat yang bermartabat.
B. Akhlak Menerima Tamu
1. Pengertian
Menurut kamus
bahasa Indonesia, menerima tamu (ketamuan) diartikan; kedatangan orang yang
bertamu, melawat atau berkunjung. Secara istilah menerima tamu dimaknai
menyambut tamu dengan berbagai cara penyambutan yang lazim (wajar) dilakukan
menurut adapt ataupun agama dengan meksud yang menyenagkan atau memuliakan
tamu, atas dasar keyakinan untuk mendapatkan rahmad dan rida dari Allah.
Menerima kehadiran
tamu yang datang kepada kita hendaknya dapat menunjukkan kesan yang baik kepada
tamu kita, seperti pesan Rasulullah,
مَنْ كَاَنَ يُؤْمِنُ بِا اللهِ وَالْيَوْمِ الاَخِرِ فَالْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ (رواه البخارى)“ Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari
akhir hendaklan memuliakan tamunnya ( H.R Bukhari dan Muslim ).
Dengan demikian
Islam memberikan aturan agar setiap muslim memuliakan setiap tamu yang datang,
kerena memuliakan tamu sebagai perwujudan keimanan kepada Allah dan hari akhir.
Emoticon Emoticon